Surau Lubuk Bauk terletak di Nagari Lubuk Bauk, Kecamatan Batipuh Baruh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Surau ini didirikan di atas sebidang tanah wakaf kaum Datuak Bandaro Panjang dan selanjutnya dibangun oleh para Niniak Mamak suku Jambak,Jurai Nan Ampek Suku pada tahun 1896 dan baru rampung pada tahun 1901.
Di surau ini dulunya merupakan tempat Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) menimba ilmu agama dan belajar Alquran. Bahkan di sini pulalah, Buya Hamka terinspirasi menulis novel yang cukup terkenal yaitu "Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk". Konon inspirasi penulisan novel tersebut sebenarnya kisah hidup Buya Hamka saat belajar di surau ini yang sempat dekat dengan seorang gadis sekitar. Namun nasib berkata lain, sang gadis menikah dengan seorang Datuk di Lubuk Bauk.Seiring berjalannya waktu novel Buya Hamka yang fenomenal itu juga pernah diangkat ke layar lebar dengan lokasi pengambilan gambar dilakukan disurau tersebut.

Berdenah bujur sangkar, surau ini terbuat dari kayu surian dengan luas 154 meter persegi dan tinggi 13 meter. Terdapat 30 tiang kayu penyangga berbentuk segi delapan yang menopang bangunan dan saling terhubung dengan sistem pasak. Lantai satu memiliki denah berukuran 13 x 13 meter. Letaknya ditinggikan sekitar 1,4 meter dari permukaan tanah. Kolong bangunan ditutup membentuk lengkungan-lengkungan yang pada bagian atasnya dihiasi ukiran berpola tanaman sulur-suluran.
Mihrab dibuat menjorok keluar berukuran 4 x 2,5 meter dinaungi atap gonjong dengan bentuk atap yang terdapat pada rumah gadang. Pada setiap sisi ruangan terdapat jendela, kecuali pada mihrab.
Pintu masuk terletak di timur sejajar dengan mihrab. Diatas pintu (ambang pintu) terdapat tulisan basmalah yang dibuat dengan teknik ukir dan di belakangnya ditutup dengan bilah papan. Pada sebelah kanan pintu, terdapat tangga yang mengubungkan ke lantai dua. Lantai ini berdenah 10 x 7,50 meter. Ditengah-tengah ruangan lantai dua, terdapat tiang dengan tangga melingkar untuk ke lantai tiga, yang memiliki denah lebih sempit berukuran 3,50 x 3,50 meter.
Dalam komplek bangunan, terdapat tiga kolam atau disebut luhak dalam bahasa setempat yang dulunya difungsikan untuk whudu. Selain itu, terdapat bangunan mirip rangkiang yang digunakan untuk menaruh beduk.
Untuk saat sekarang ini, Surau tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, Wilayah Kerja Sumbar, Riau dan Kepulauan Riau.(Wahyu/GMP)

Comment