Mr. Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak yang lahir 10 April 1896 merupakan salah seorang putra Nagari Salayo, Kabupaten Solok, Sumatera Barat,yang merupakan seorang diplomat dan perintis kemerdekaan Indonesia. Setelah lulus dari HBS Batavia, ia menuntut ilmu di Fakultas Hukum, Universitas Leiden.
Di Belanda, ia pernah menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia, sebuah pekumpulan mahasiswa yang aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Nazir Datuk Pamoentjak berkarier sebagai diplomat. Ia beberapa kali dipercaya menjadi Duta Besar Indonesia untuk Negara - Negara sahabat seperti Duta Besar Indonesia untuk Francis 1950 – 1953 dan Duta Besar untuk Philipina 1963 – 1966.

Pada Januari 1918, Nazir Datuk Pamuncak datang ke Padang sebagai utusan Jong Sumatranen Bond (JSB) yang dalam bahasa Indonesia berarti Perkumpulan Pemuda Sumatera. Perkumpulan tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan di antara murid - murid yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda Sumatera untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatera.
Dia datang sebagai utusan untuk mendirikan cabang - cabang di Padang dan Bukittinggi. Di Padang, usahanya berhasil. Tetapi, tidak untuk di Bukittinggi. Nazir berpidato di depan para pelajar di Padang bahwa pemuda-pemuda Jawa sudah lebih dahulu maju daripada di Sumatera dengan satu organisasi bernama Jong Java. Jong Java didirikan pada 7 Maret 1915 oleh dr. Satiman. Jong ini bersemboyan, Sakti, Budi, Bakti. JSB sendiri baru berdiri pada 9 Desember 1917 untuk menyatukan semua pelajar dari Sumatera. Berikut adalah isi pidatonya:
“ Pemuda-pemuda Sumatera harus mengikuti jejak pemuda - pemuda Jawa. Kita tak boleh ketinggalan. Pemuda - pemuda Sumatera mempunyai tugas yang berat. Kita harus memajukan masyarakat Sumatera. Di tangan pemudalah terletak nasib bangsa dan tanah air. ’’
Pada tahun 1927, ia bersama Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo dan Abdulmajid Djojohadiningrat dipenjara oleh Kerajaan Belanda karena dituduh mengikuti Partai terlarang. Ali Sastroamijoyo dan Nazir Pamuntjak dipenjara dua tahun. Mereka semua dipenjara di Rotterdam. Beruntung Mohammad Hatta menolak semua dakwaan tersebut dengan pidatonya, Indonesie Vrij ( Indonesia Merdeka ) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928, sehingga ia dan kawan-kawannya dibebaskan. Pembebasan mereka disambut baik oleh Mr. Duys (anggota parlemen Belanda waktu itu), dan Willem Drees, Perdana Menteri Belanda tahun 1945. Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.

Nazir Datuk Pamoentjak mempunyai seorang putri tunggal bernama Lidia Djunita Pamoentjak yang lebih dikenal dengan nama Jajang C. Noer yang berkarier sebagai seniman dengan menjadi pemeran (aktris) dan sutradara.
Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya diabadikan menjadi salah satu ruas jalan di Kota Solok, Sumatera Barat, namun nama beliau belum lagi di abadikan sebagai Pahlawan Nasional.(Wahyu/GMP)
Comment