Lebih dari setengah abad kejaksaan menjadi tulang punggung dalam penegakan hukum di negeri ini. Selama itu pula kejaksaan tak berhenti berbenah, penguatan internal kelembagaan dan reformasi birokrasi jadi agenda utama. Apalagi tantangan yang diemban ribuan jaksa kian hari kian berat.
Bicara soal sejarah kejaksaan, ternyata istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Nusantara. Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.
Lalu, pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen.
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut, resmi difungsikan pertama kali pada masa pendudukan Jepang. Pada masa itu, Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk menyidik kejahatan dan pelanggaran, menuntut perkara, serta mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan hukum.
Pasca kemerdekaan Indonesia, fungsi ini pun tetap dipertahankan hingga negara Republik Indonesia membentuk badan-badan dan peraturan negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar. Kejaksaan pun mulai berdiri menjadi lembaga mandiri sejak 22 Juli 1960, tepat hari ini 60 tahun yang lalu, dengan dasar Surat Keputusan Presiden RI No.204/1960. Dan untuk memperingati momen bersejarah tersebut, maka tanggal 22 Juli pun ditetapkan sebagai Hari Bhakti Adhyaksa.
Seiring berjalannya waktu, serta untuk memenuhi tuntutan jaman, aturan susunan organisasi serta tata laksana kerja, Kejaksaan RI pun mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pertama terjadi di awal era 90-an, dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Setelah era reformasi, Kejaksaan yang merupakan elemen penting dalam penegakan hukum di Indonesia ini terus berupaya memperbaiki diri menjadi lembaga yang lebih mandiri dan bebas dari intervensi. Untuk memperkuatnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 pun diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI Pasal 2 Ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Comment