GMP - Sebagian besar masyarakat Kabupaten Siak dan masyarakat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau tentu sudah tidak asing lagi mendengar nama Datuk Laksamana Raja di Laut yang kerap dikaitkan dengan sejarah Kesultanan Kerajaan Siak, selain itu kisahnya juga sering kita dengar melalui lirik lagu yang dilantunkan oleh penyanyi terkenal Iyet Bustami tentang seorang penguasa laut yang terkenal dari tanah melayu. Untuk mengetahui lebih banyak tentang Datuk Laksamana Raja di Laut kita dapat mengunjungi kediaman beliau yang berada sekitar 35 Km dari Kota Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis atau tepatnya di sebuah Desa Sukajadi Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis yang saat ini merupakan bagian dari warisan atau peninggalan Kerajaan Siak.
Semenjak tahun 1645 Bengkalis yang dahulunya merupakan sebuah kampung nelayan memegang peranan penting dalam sejarah berdirinya Kerajaan Siak. Selain itu Bengkalis juga menjadi tempat pertemuan bagi pedagang - pedagang Melayu, Jawa, Arab yang membawa barang dagangannya bersama dengan pedagang - pedagang dari Palembang, Jambi, Indragiri, Aceh, Kedah, Perak, Kelong, Johor, Penang, Siam, Kamboja, Kocin, Cina dan orang-orang Minangkabau yang mendiami Sumatera dan datang ke sana untuk mengambil garam, beras, dan juga ikan (terubuk) yang banyak ditangkap oleh orang - orang Selat.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1717 Bengkalis dijadikan sebagai basis penyerangan terhadap Johor oleh Raja Kecil. Di Bengkalis inilah, Raja Kecil menyusun kekuatan angkatan perang. Selanjutnya, Raja Kecil mendirikan Kerajaan Buantan yang kemudian disebut Kerajaan Siak pada tahun 1723. Raja Kecil bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1748). Daerah kekuasaannya meliputi Perbatinan Gasib, Perbatinan Senapelan, Perbatinan Sejaleh, Perbatinan Perawang, Perbatinan Sakai, Perbatinan Petalang, Perbatinan Tebing Tinggi, Perbatinan Senggoro, Perbatinan Merbau, Perbatinan Rangsang, Kepenghuluan Siak Kecil, Kepenghuluan Siak Besar, Kepenghuluan Rempah dan Kepenghuluan Betung.
Saat didirikannya Kerajaan Siak tersebut Bengkalis dan Bukit Batu dijadikan pos terdepan dalam rangka pertahanannya dengan pimpinan Datuk Laksamana Raja Di Laut. Datuk Laksamana Raja Dilaut membangun armada yang kuat serta membuat kapal-kapal perang yang dilengkapi dengan senjata yang didatangkan dari negara-negara Islam.
Datuk Laksamana merupakan pembesar kerajaan Siak yang semula bermukim di Bengkalis, kemudian memindahkan lokasi pemerintahannya ke Bukit Batu. Dalam sejarahnya, Datuk Laksamana merupakan keturunan Bugis, dimana Daeng Tuagik, anak dari Sultan Wajok yang kawin dengan anak Datuk Bandar Bengkalis, Encik Mas (seorang perempuan yang berkuasa di pulau Bengkalis).
Daeng Tuagik ketika menikahi Encik Mas telah berjanji untuk tidak memakai gelar Bangsawan Bugis bagi keturunannya. Dari perkawinannya ia mendapat seorang anak yang bernama Datuk Bandar Jamal (1720-1767) yang kelak menggantikan ibunya sebagai penguasa Bengkalis.
Konon Datuk/Encik Ibrahim disebut-sebut Datuk Laksamana Raja Di Laut I yang berkuasa pada tahun 1767 M-1807 M. Ada empat datuk yang memerintah di Bukit Batu, tiga penerusnya adalah Datuk Khamis, Datuk Abdullah Shaleh dan Datuk Ali Akbar (1908-1928). Mereka digelari Datuk Laksamana II sampai IV.
Selanjutnya, saat Bengkalis berada pada kekuasaan Belanda, Bengkalis dijadikan ibukota Keresidenan Sumatera Timur. Namun demikian, Belanda kemudian memindahkan ibukota keresidenan dari Bengkalis ke Medan. Sesudah perpindahan tersebut Bengkalis dijadikan ibukota Afdeling Bengkalis sampai akhir kekuasaan Belanda di Indonesia. Sedangkan saat pendudukan Jepang, Bengkalis dijadikan ibukota Bengkalis Bun.
Sementara itu, perjuangan masyarakat Bengkalis untuk mempertahankan kemerdekaan mencapai puncaknya ketika Belanda berhasil menduduki Bengkalis kembali pada tanggal 30 Desember 1948. Pada saat itu, Belanda mendapat perlawanan yang cukup sengit dari masyarakat Bengkalis.(GMP-06)
Comment