Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Pemuda yang lahir pada 21 Februari 1939 tersebut mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai Ajudan Menteri Pertahanan dan Keamanan, Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution menggantikan Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang yang gugur dalam misi perdamaian di Kongo Afrika pada tahun 1963.
Pierre yang berdarah campuran ayahnya berasal dari minahasa dan ibunya berdarah Belanda merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre dan Rooswidiati.
Setelah lulus dari akademi militer pada tahun 1961 dengan pangkat letnan dua, Tendean menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan. Setahun kemudian, ia mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di Bogor. Setamat dari sana, ia ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia, ia bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia. Pada tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.
Setelah enam bulan menjadi ajudan Jenderal TNI AH Nasution tepatnya pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di paviliun yang berada di samping rumah dinas Jenderal Nasution dibangunkan oleh putri sulung sang Jenderal (Yanti Nasution) setelah Yanti mendengar suara tembakan dan keributan yang luar biasa. Pierre pun segera berlari ke bagian depan rumah dan ia langsung ditangkap oleh gerombolan G30S yang dipimpin oleh Pembantu Letnan Dua (Pelda) Djaharup. Karena kondisi rumah pada saat itu gelap gerombolan mengira dirinya sebagai Nasution. Pada saat itu Jendral A.H Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar.selanjutnya Tendean dibawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya diantaranya, Soeprapto, Soetojo dan S.Parman yang saat itu masih hidup, serta Ahmad Yani, D.I. Pandjaitan, dan M.T. Harjono yang sudah terbunuh. Ia akhirnya ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama Enam jasad perwira lainnya.
Comment