Syech Junjungan adalah salah satu alim ulama yang menyebarkan agama Islam di daerah Kanagarian Solok dan Selayo. Beliau menyebarkan agama Islam dibantu oleh istrinya yang bernama Ranggo Jali dengan gelar Niak Rubiah. Syech Junjungan Sati mempunyai nama asli Ahmad Sidik dengan gelar Junjungan Sati. Selain menyebarkan agama Islam, beliau juga memajukan Nagari Sirukam dengan bertani dan membuat pengairan untuk mengairi sawah - sawah para petani. Menurut masyarakat setempat, Syech Junjungan dimakamkan bersamaan dengan istrinya karena mereka meninggal bersamaan, sehingga mereka berdua diletakkan dalam satu liang lahat.
Awalnya Syech Junjungan Sati sebelum datang ke Sirukam beliau menetap di Lubuak Sikarah Kota Solok, disana beliau bertemu dengan seorang perempuan bernama Rubiah yang turun dari kacang dengan menuruti aliran Batang Lembang arah ke Solok.
Setelah sampai di Solok Niak Rubiah bertemu dengan Junjungan Sati dan beliau keduanya sama – sama belum menikah, maka suatu hari diperbuatlah sebuah perundingan, setelah dapat kata sepakat akhirnya terjadilah pernikahan antara Niak Rubiah dan Junjungan Sati.
Sesudah terjadi pernikahan baru diketahui bahwa Niak Rubiah pandai mengaji begitu juga Junjungan Sati yang keduanya sama – sama sudah lama pandai mengaji. Setelah beberapa hari Rubiah bertanya kepada sang suami dimana mereka akan melaksanakan shalat, maka sekitar tahun 1519 timbul keinginan Syech Junjungan Sati untuk membuat sebuah masjid yang di beri nama Masjid Lubuak Sikarah yang saat itu dijuluki “Batonggak Tareh Jilatang, Nan Batabuah Silaguri, Nan Bagatang Jo Jangek Pari “, selama beliau tinggal di Lubuak Sikarah banyak masyarakat yang pandai mengaji.
seiring berjalannya waktu, Angku syech junjungan sati dan Rubiah berniat untuk mencari tempat tinggal yang baru dengan menyusuri jalan ke arah Nagari Bukit Tandang dan beliau sempat menetap selama satu hari, namun lokasi yang sesuai dengan keinginan untuk tempat tinggal belum juga ditemukan.
Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan mendaki bukit yang lebih tinggi dengan bertongkatkan bambu. Ketika telah sampai di atas bukit, lalu beliau tancapkan tongkat bambu tersebut dan disanalah beliau beristirahat untuk melepas lelah di badan, sehingga lokasi itu disebut “ dimudiakan rimbo nan gadang, lah saparantian, banamo parantian laweh “.
Comment