by

Baraja – Kisah Syech Junjungan Sati dalam membangun Masjid Lubuk Sikarah sampai Pembangunan Irigasi di Nagari Sirukam

-CULTURE, NATIONAL, NEWS-3,192 views

Syech Junjungan adalah salah satu alim ulama yang menyebarkan agama Islam di daerah Kanagarian Solok dan Selayo. Beliau menyebarkan agama Islam dibantu oleh istrinya yang bernama Ranggo Jali dengan gelar Niak Rubiah. Syech Junjungan Sati mempunyai nama asli Ahmad Sidik dengan gelar Junjungan Sati. Selain menyebarkan agama Islam, beliau juga memajukan Nagari Sirukam dengan bertani dan membuat pengairan untuk mengairi sawah - sawah para petani. Menurut masyarakat setempat, Syech Junjungan dimakamkan bersamaan dengan istrinya karena mereka meninggal bersamaan, sehingga mereka berdua diletakkan dalam satu liang lahat.

Secara umum Makam Syech Junjungan Sati terletak di Jorong Koto Tingga Kenagarian Sirukam, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, saat ini makam tersebut sudah dicungkup dengan ukuran 4 x 3 m. Makam berada dalam kelambu dengan jirat yang terbuat dari semen. Nisan makam berjumlah dua buah yang terletak masing-masing satu di sisi utara dan satunya lagi di sisi selatan. Nisan ini berbahan batu andesit tanpa pengerjaan. Saat ini makam Syech Junjungan tercatat sebagai cagar budaya di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar dengan nomor inventaris 02/BCB-TB/A/15/2007.
0224032021

Awalnya Syech Junjungan Sati sebelum datang ke Sirukam beliau menetap di Lubuak Sikarah Kota Solok, disana beliau bertemu dengan seorang perempuan bernama Rubiah yang turun dari kacang dengan menuruti aliran Batang Lembang arah ke Solok.

Setelah sampai di Solok Niak Rubiah bertemu dengan Junjungan Sati dan beliau keduanya sama – sama belum menikah, maka suatu hari diperbuatlah sebuah perundingan, setelah dapat kata sepakat akhirnya terjadilah pernikahan antara Niak Rubiah dan Junjungan Sati.

Sesudah terjadi pernikahan baru diketahui bahwa Niak Rubiah pandai mengaji begitu juga Junjungan Sati yang keduanya sama – sama sudah lama pandai mengaji. Setelah beberapa hari Rubiah bertanya kepada sang suami dimana mereka akan melaksanakan shalat, maka sekitar tahun 1519 timbul keinginan Syech Junjungan Sati untuk membuat sebuah masjid yang di beri nama Masjid Lubuak Sikarah yang saat itu dijuluki “Batonggak Tareh Jilatang, Nan Batabuah Silaguri, Nan Bagatang Jo Jangek Pari “, selama beliau tinggal di Lubuak Sikarah banyak masyarakat yang pandai mengaji.

seiring berjalannya waktu, Angku syech junjungan sati dan Rubiah berniat untuk mencari tempat tinggal yang baru dengan menyusuri jalan ke arah Nagari Bukit Tandang dan beliau sempat menetap selama satu hari, namun lokasi yang sesuai dengan keinginan untuk tempat tinggal belum juga ditemukan.

Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan mendaki bukit yang lebih tinggi dengan bertongkatkan bambu. Ketika telah sampai di atas bukit, lalu beliau tancapkan tongkat bambu tersebut dan disanalah beliau beristirahat untuk melepas lelah di badan, sehingga lokasi itu disebut “ dimudiakan rimbo nan gadang, lah saparantian, banamo parantian laweh “.

Setelah melakukan perjalanan selanjutnya sampailah beliau di aua sijapuak dan beliau memutuskan untuk membuat rumah tiang sembilan ipuah dan beliau pulalah yang merencanakan membuat bandar yang dimulai pada tahun 1525 serta membuat waduk di hulu bandar  yang diperkirakan baru siap pada tahun 1528, semenjak itulah kehidupan masyarakat menjadi makmur, karena kemakmuran penduduk itulah, maka keluar pepatah yang menjadi pembicaraan orang “ Bak bagandang ka sirukam, Paruik Kanyang ameh buliah “.(Wahyu/GMP)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.