Masjid Agung Al Karomah Martapura merupakan masjid kebanggan orang Martapura Khususnya Kabupaten Banjar. Masjid ini sering kali jadi tempat persinggahan bagi masyarakat luar daerah Kabupaten Banjar yang berkunjung untuk melakukan perjalanan ziarah ke makam para ulama yang tersebar di Kalimantan Selatan, salah satunya Syech Muhammad Afif Bin Anang Mahmud lebih dikenal dengan sebutan Datu Landak yang merupakan salah satu keturunan Pangeran Diponegoro.
Datu Landak yang nama asli beliau adalah Syekh Muhammad Afif lahir di Desa dalam Pagar Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, silsilah beliau adalah Syeikh Muhammad Afif bin Anang Mahmud bin Jamaluddin bin Kyai Dipasunda bin Pardi (Pangeran Dipanegoro).

Syekh Muhammad Afif atau Datu Landak sedari kecil diasuh oleh orang tuanya yang berlimpahan dengan ilmu agama hingga beliau terkenal karena kealimannya dan ketaatannya dalam menjalankan ibadah sesuai ajaran agama islam. Hingga Allah swt banyak memberikan beliau karamah dan kesaktian.dalam satu riwayat diberi gelar Datu Landak adalah karena pada waktu berzikir seluruh badan beliau juga ikut berzikir dan segenap bulu dibadan beliau memancarkan cahaya hingga tegak seperti bulu binatang landak.
Pada tahun 1897 masyarakat Martapura ingin mendirikan mesjid Jami' yang kemudian para pengurusnya dipilih masyarakat adalah H.Muhammad Nasir, H.Muhammad Taher (Datu Kaya) dan H.Muhammad Afif (Datu Landak) yang didukung oleh Raden Temenggung Kesuma Yuda dan Mufti H.Muhammad Noor, Datu Landak diberikan kepercayaan untuk mencari kayu ulin atau kayu besi yang nantinya akan dijadikan tiang utama mesjid tersebut, dengan ditemani oleh Khalid, Idrus dan Lotoh berangkatlah mereka kepedalaman Kalimantan tengah, berbagai macam rintangan dapat mereka atasi sampai mereka bertemu dengan masyarakat pedalaman yaitu suku dayak, beliau kemudian meminta izin kepada masyarakat Dayak untuk mengambil kayu ulin yang terdapat didaerah tersebut.
Pemimpin adat suku dayak memperbolehkan beliau mengambil kayu ulin tersebut dengan syarat beliau harus mengalahkan mereka, karena kepala suku ini ingin menguji ilmu dan kesaktian beliau, sampai akhirnya beliau berhasil mengalahkan mereka dan mereka mengakuinya, sampai akhirnya mereka bersahabat, berkat kesabaran dan kegigihan beliau bersama teman-temannya akhirnya mereka menemukan kayu ulin tersebut dan sangat besar, menurut satu riwayat kayu ulin tersebut bukan ditebang seperti biasa tapi cuma dicabut begitu saja dengan tangannya kemudian ditarik beliau dengan kedua belah tangannya sampai ke sungai Barito, setelah diikat kayu itupun dihanyutkan disungai Barito.
Konon bekas geseran batang pohon yang beliau tarik atau seret itu menjadi sungai kecil yang mengeluarkan intan yang sangat banyak sekali, oleh beliau intan-intan tersebut dikumpulkan dan ditanam kembali kedalam tanah dan disekelilingnya beliau pagar dengan rumpun bamban, setelah itu beliau bersama teman temannya kembali ke Dalam Pagar Martapura.
Pada hari yang telah disepakati yaitu tepatnya pada 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M) diputuskan untuk memancangkan atau mendirikan empat tiang utama, namun yang menjadi masalah bagaimana cara mendirikan keempat tiang mesjid yang besar dan panjangnya sama dengan tiang mesjid Sultan Suriansyah Kuin Banjarmasin tersebut, karena pada saat itu belum ada alat canggih seperti sekarang lalu Datu Landak berkata "tidak usah bingung, biar saya yang akan mengangkatnya '' kata Datu Landak, semua yang hadir jadi terdiam, ingin tahu yang akan diperbuat oleh Datu Landak. Lalu beliau menepukkan tangan beliau kelantai dan keempat tiang utama kayu ulin yang besar tersebut serentak berdiri dengan sendirinya sesuai yang diinginkan.

Comment